Menjumpai FKY 2022

Festival Kebudayaan Yogyakarta 2022 (FKY 2022) resmi dimulai sebagai gelaran kebudayaan masyarakat di Yogyakarta. Pembukaan FKY 2022 dilaksanakan di Pedestrian Teras Malioboro 1, tepat di depan ruang Cendrawasih pada 12 September 2022. Tidak hanya dihadirkan langsung, pembukaan juga dapat dinikmati secara daring melalui situs web fky.id.

Seremoni pembukaan dibuka oleh penampilan dari Drummer Guyub Yogyakarta, komunitas para penabuh perkusi yang berdiri pada 2016 di Yogyakarta.  Setelah menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dan doa bersama, acara dilanjutkan dengan laporan panitia pelaksana diwakili oleh Doni Maulistya sebagai Ketua I FKY 2022. Maulistya melaporkan bahwa “pencatatan kebudayaan” sebagai visi yang diusung merupakan kelanjutan dari penyelenggaraan festival pada tahun sebelumnya. Melalui berbagai programnya, FKY 2022 telah dan akan melibatkan berbagai subjek budaya yang meliputi masyarakat pegiat budaya, seniman, sanggar, komunitas, tenaga ahli, serta maestro kebudayaan.

FKY 2022 diselenggarakan dalam bentuk hybrid dan tersebar merupakan upaya untuk mencari bentuk yang ideal sebagai sebuah festival kebudayaan sehingga memiliki kemampuan jelajah yang kuat terhadap unsur-unsur kebudayaan yang ada di masyarakat. Pendekatan tersebar ini tentunya membutuhkan dukungan dari kelima kabupaten & kota di DIY. Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.A. selaku Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan DIY) menyampaikan pada sambutannya bahwa menciptakan kolaborasi antarkabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerja pelaksanaannya adalah hal yang perlu ditekankan dan masih menjadi PR besar untuk membuatnya bisa saling terintegrasi dan bersinergi sehingga dapat memberikan dampak nyata. Dian juga menambahkan, ”Festival Kebudayaan Yogyakarta telah menjadi percontohan bagi berbagai festival kebudayaan lainnya di Indonesia, terutama dalam menciptakan sebuah ruang ekspresi kebudayaan bagi masyarakat. Sebagai harapan, melalui Festival Kebudayaan Yogyakarta 2022, kesadaran masyarakat tentang kebudayaan dapat terus hidup dan tumbuh sehingga kita dapat memberikan manfaat untuk hari ini dan generasi di masa depan.”

Melalui video sambutannya, Hilmar Farid, selaku Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menambahkan bahwa FKY memiliki pendekatan yang tepat sebagai platform yang mempertemukan berbagai unsur kebudayaan di Yogyakarta yang majemuk. Selain itu, FKY diharapkan dapat menjadi contoh bagi banyak tempat untuk merayakan keberagaman.

Sambutan terakhir disampaikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur Provinsi DIY. Beliau menyampaikan bahwa budaya tinggi tidak selalu berwujud kesenian yang rumit, melainkan dibuktikan dari bagaimana bangsanya mampu bertahan hidup. “Untuk itulah, penyelenggaraan Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) sudah seharusnya jangan dijadikan agenda rutin tahunan semata. Tetapi, kesinambungan kualitatif festival ini harus selalu ditingkatkan gayutnya dengan perluasan berbagai dimensinya. Dengan begitu, festival ini akan memiliki greget bagi pengembangan seni dan budaya, maujud dalam pencapaian karya budaya yang apresiatif, berbekal dua kata kunci inovasi dan kreasi,” sambung beliau.

Hal ini sejalan dengan visi kerja berkelanjutan yang menjadi satu langkah bagi FKY agar tidak hanya berhenti sebagai sebuah acara perayaan saja, tetapi juga dapat mengukur dan memaknai berbagai capaian dan kekurangan, serta memberi langkah yang tepat ke depannya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pagelaran tari kolosal berjudul "Sasaji Amarta". Rangkaian pertunjukan ini melibatkan Baron Setiaji sebagai penulis naskah, Galuh Putri Satyarini sebagai sutradara, dan Andhy Setiawan sebagai koreografer. Dalam penggarapannya, pertunjukan didukung penampil sanggar-sanggar tari berasal dari lima kabupaten/kota di DIY, yaitu Pendapa Budaya dan Satria Aji (Bantul), Krincing Manis Dance Studio (Sleman), Sanggar Sripanglaras (Kulon Progo), Sanggar Kendhalisada (Gunungkidul), dan Sanggar Ngelancur (Kota Yogyakarta).

Tari kolosal “Sasaji Amarta” berlatar Bumi Amarta yang terbagi 5 wilayah. Meski terpisah, semua wilayah subur, makmur, dan masyarakatnya hidup rukun berdampingan. Masing-masing daerah memiliki ciri khas sendiri, tetapi terdapat satu ritual tradisi sebagai sarana syukur masyarakat Bumi Amarta kepada Sang Hyang Widhi. Ritual dilakukan sebagai wujud terima kasih atas tanah dan air, menggunakan gentong-gentong kecil berisikan air yang dipegang oleh kelima wilayah kemudian secara bergantian air dituang dalam sebuah gentong besar. Prosesi penuangan air ini dilakukan bersama-sama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Ketua FKY, dan para penari serta disaksikan oleh masyarakat dan tamu undangan yang hadir. Hal tersebut dimaknai sebagai bersatunya tanah dan air dari berbagai wilayah dalam satu wadah besar bernama Bumi Amarta sebagai simbol Yogyakarta.